iklan banner

Elegi Sitifatimah

Elegi Sitifatimah
Karya E Fidiyanto

"Sipat, sipat, sipat!"
Demikian panggilanmu
sebuah akronim yang rancu
seperti hidupmu.
kau selalu diledek zaman yang sudah edan.
dianggap kurang waras, edan!

Sering kau reguk waktu seorang diri
berkisah tentang elegi alur hidupmu
pada alam yang tak melirik kesukaranmu
padahal, kau bukan sebatangkara
lagi-lagi, kau diledek ketaksudian
apakah ini azab sengsara
yang dunia timpakan di punggungmu?
kupikir bukan! Ini kezaliman!

Kau gadis tak beruntung
layaknya gadis-gadis di sampingmu
yang tabiatnya hiasi diri
menarik lelaki dengan paras seksi!
O..., mereka tak peduli
kaumnya sengsara.
Ya, sama-sama kaum hawa!

Siti Fatimah!
namamu pun tak banyak yang tau.
rasanya berat pikul nasibmu
yang papa. Tak punya apa.

Siti Fatimah,
kau dipaksa jadi pemuas nafsu
oleh tiga tukang becak pemabuk berat
mereka merancap selaput daramu, Fat!
malam itu, kau digilir di bawah rembulan
rembulan merah darah sebab dukamu.
kau ditelanjangi di pasar pinggiran kali
rebah tak berdaya di lincak dagangan.

Malam itu, rembulan menyaksikan
kau merintih dalam balutan pedih
kau adukan duka hanya dengan lirih
dan kejadian itu sering kau rasakan
tabiat perempuan tak sepenuhnya kau dapatkan!
kau diperkosa, Fatimah! Kau diperkosa!

Waktu berjalan mengiringi nasibmu
sampai kau lahirkan tiga anak jadah
anak-anak Pak Lurah!
yang harus diberi nafkah!
namun Pak Lurah payah!

"Sipat, Sipat, Sipat!"
anak-anakmu menangis
menyaksikan nasib ibunya, miris!

Saat ini kau jadi pengangkut bak sampah
lalu kau buang isinya di selokan
kau mendapat upah recehan
dari para juragan yang rumahnya gedongan

Entah sampai kapan
anak-anak desa menertawakan
kau jadi tontonan

Ini nyanyian kesaksian
sekenario Tuhan
atas tontonan zaman edan.
takdir apa lagi yang Tuhan timpakan?

Brebes, 6 Rajab 1437.
Puisi ini saya dedikasikan kepada seorang perempuan di kampung nelayan yang dianggap edan.